Sabtu, 30 Maret 2019

etika bisnis

Kewajiban Karyawan dan Perusahaan
Secara umum kewajiban karyawan dan perusahaan mau tidak mau akan menghadapi banyak kesulitan sebab, diantara karyawan terdapat banyak variasi: ada posisi dan peran yang sangat beragam. Berbicara tentang karyawan, yang terutama kita maksudkan adalah manajer dalam arti mereka yang memimpin karyawan lain seperti kepala bagian. Alasannya terutama merekalah yang memikul tanggung jawab dalam perusahaan sehingga konsekuensi-konsekuensi etika tampak dengan lebih jelas.
Kewajiban Karyawan terhadap Perusahaan
Tiga kewajiban karyawan yang penting.
Tiga kewajiban karyawan terhadap perusahaan meliputi kewajiban ketaatan, konfidensialitas, dan loyalitas.
Kewajiban
Karyawan harus taat kepada atasannya di perusahaan, justru karena ia bekerja disitu. Namun hal demikian, hal tersebut tidak berarti bahwa karyawan harus menaai semua perintah yang diberikan oleh atasannya.
Pertama, karyawan tidak perlu dan malah tidak boleh mematuhi perintah yang menyuruh dia melakukan sesuatu yang tidak bermoral seperti jika atasan memerintahkan bawahanya untuk membunuh musuhnya, karyawan tidak boleh melaksanakan perintah tersebut.
Kedua, karyawan tidak wajib juga mematuhi perintah atasannya yang tidak wajar,  walaupun dari segi etika tidak ada keberatan. Yang dimaksudkan adalah perintah yang tidak diberikan demi kepentingan perusahaan. Missal, kepala unit memerintahkan bawahannya untuk memperbaiki mobil pribadinya, merenovasi rumah pribadinya dan sebagainya diluar kepentingan perusahaan.
Ketiga, karyawan juga tidak perlu mematuhi perintah yang memang demi kepentingan perusahaan, tetapi tidak sesuai dengan penugasan yang disepakati ketika ia menjadi karyawan di perusahaan itu. Misalnya, suatu karyawan diterima di perusahaan tersebut untuk fungsi  manajemen  tapi lama kelamaan diberikan tugas-tugas sekretaris (menerima telepon, membuat janji, mengurusperjalanan sibos, dll).
Kewajiban konfidensialitas.
Kewajiban konfidensialitas  adalah  kewajiban untuk menyimpan informasi yang bersifat konfidensial dan karena itu rahasia yang telah diperoleh dengan menjalankan suatu profesi. Banyak profesi mmpunyai suatu kewajiban kondensialitas, khususnya profesi yang bertujuan membantu sesame manusia.  Yang tertua adalah profesi kedokteran.“Konfidensialitas” berasal dari kata Latin confidere yang berarti “mempercayai”. Kalau orang sakit berobat ke dokter,terpaksa ia harus menceritakan hal-hal yang tidak enak rasanya bila diketahui orang lain, seperti sebab penyakitnya, situasi keluarga,dan lain-lain. Selain dokter, profesi seperti psikolog, pengacara, pendeta/pastor/ulama sering berjumpa dengan kewajiban konfidensialitas.
Kewajiban loyalitas.
Kewajiban loyalitaspun merupakan konsekuensi dari status seseorang sebagai karyawan perusahaan. Dengan mulai bekerja di suatu perusahaan, karyawan harus mendukung tujuan-tujuan perusahaan, karena sebagai karyawan ia melibatkan diri untuk menyelesaikan tujuan-tujuan tersebut.
Faktor utama yang bisa membahayakan loyalitas adalah konflik kepentingan, artinya konflik antara kepentingan pribadi karyawan dan kepentingan perusahaan. Karyawan tidak boleh menjalankan kegiatan pribadi yang besaing dengan kepentingan perusahaan.
Melaporkan kesalahan perusahaan.     
Karena  bekerja  pada suuatu perusahaan, karyawan bisa mengetahui banyak hal mengenai perusahaannya yang tidak dikeahui oleh orang lain, bukan saja hal-hal yang bersifat rahasia (trade secrets) tetapi juga praktek-praktek yang tidak etis. Didalam pelaporan kesalahan perusahaan yaitu dengan cara whistle blowing yang artinya menarik perhatian dunia luar dengan melaporkan kesalahan yang dilakukan oleh sebuah organisasi ataupun perusahaan. Misal whistle blowing internal, disini karyawan dapat melaporkan kesalahan perusahaan dengan melapor kepada atasannya langsung didalam perusahaan tersebut. Whistle blowing eksternal, contoh disini suatu karyawan melaporkan bahwa perusahaannya tidak memenuhi konstribusinya kepada Jamsostek atau tidak membayar pajak melalui instansi diluar perusahaan entah itu instansi pemerintah atau kepada masyarakat melalui media komunikasi. Pelaporan dapat dibenarkan secara moral apabila lima syarat berikut terpenuhi:
Kesalahan perusahaan harus besar.
Pelaporan harus didukung oleh fakta yang jelas dan benar.
Pelaporan harus dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya kerugian pihak ketiga bukan karena motif lain.
Penyelesaian masalah secara internal harus dilakukan dulu, sebelum kesalahan perusahaan dibawa keluar.
Harus ada kemungkinan real bahwa pelaporan kesalahan akan mencatat sukses.


Kewajiban Perusahaan terhadap Karyawan
Selain membebani karyawan dengan berbagai kewajiban terhadap perusahan, suatu perusahaan juga berkewajiban untuk memberikan hak-hak yang sepadan dengan karyawan. Perusahaan hendaknya tidak melakukan praktik-praktik diskriminasi dan eksploitasi terhadap para karyawannya. Perusahaan juga harus   memperhatikan kesehatan para karyawannya, serta perusahaan hendaknya tidak berlaku semena-mena terhadap para karyawannya.
Ada beberapa alasan mengapa diskriminasi dianggap tidak pantas di dalam perusahaan. Alasan – alasan tesebut antara lain adalah:
Diskriminasi bisa merugikan perusahaan itu tersendiri, karena perusahaan tidak berfokus pada kapasitas dan kapabilitas calon pelamar, melainkan pada faktor-faktor lain diluar itu. Perusahaan telah kehilangan kemampuan bersaingnya karena perusahaan tersebut  tidak diisi oleh orang-orang yang kompeten dibidangnya.
Diskriminasi juga melecehkan harkat dan martabat dari orang yang didiskriminasi.
Diskriminasi juga tidak sesuai dengan teori keadilan. Terutama keadilan disstributif.
Lawan kata dari diskriminasi adalah favoritism. Favoritisme berarti mengistimewakan seseorang dalam menyeleksi karyawan, menyediakan bonus, dan sebagainya. Meskipun berbeda jauh dengan diskriminasi favoritisme tetap dipandang tidak dapat ditolerir lagi di dalam pemerintahan dan perusahaan-perusahaan besar yang membutuhkan keterampilan dan kemampuan yang lebih terhadap para pegawainya. Prinsip ini juga bertentangan dengan prinsip birokrasi yang dikemukakan oleh Max Weber. Perusahaan hendaknya juga mendistribusikan gaju secara adil terhadap seluruh karyawannya. Hendaknya perusahaan tidak hanya menggunakan evaluasi kinerja saja untuk menentukan gaji para karyawannya, tapi akan lebih etis lagi apabila perusahaan juga ikut memperhitungkan berapa kepala yang bergantung pada sang karyawan tersebut.
Terakhir, perusahaan hendaknya juga tidak bertindak semena-mena dalam mengeluarkan karyawan. Menurut Garrett dan Klonoski ada tiga alasan yang lebih konkret untuk memberhentikan karyawan, yaitu:
Perusahaan hanya boleh memberhentikan karyawan karena alasan yang tepat.
Perusahaan harus berpegang teguh pada prosedur yang telah ditetpkan sebelumnya.
Perusahaan harus membatasi akibat negative bagi karyawan sampai seminimal mungkin.

POLITIK DAN BISNIS
Indonesia berada dalam bayang-bayang kegagalan perkembangan demokrasi karena merosotnya integritas para politisi yang dalam upaya mencapai tujuan menghalalkan segala cara. Ini terlihat dari banyaknya korupsi sebagai akibat mahalnya biaya politik, banyak proses politik yang diwarnai money politics dan politik transaksional, serta berbagai penyalahgunaan wewenang. Hal ini terjadi di lembaga-lembaga negara baik legislatif, Eksekutif maupun Yudikatif.
PERLUNYA ETIKA POLITIK, Etika politik memiliki kriteria-kriteria yang bisa menjadi rujukan dalam Kode Etik. Etika politik juga menunjukkan perlu adanya instrumendan indikator akuntabilitas demokratik, dan dalam tataran idealis warganegara di Indonesia, berhak untuk menuntut tanggung jawab anggota Parlemen yang mewakili mereka.
kode etik menurut UU Nomor 17 Tahun 2014 adalah norma yang wajib dipatuhi oleh setiap anggota selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPR. Salah satu jalur untuk menuntut tanggung jawab anggota Parlemen adalah melalui Badan Kehormatan (DPR RI dikenal sebagai Mahkamah Kehormatan DPR RI) sebagai satusatunya instrumen etika politik yang dapat menanggalkan Hak Imunitas anggota Parlemen dalam DPR RI.
DASAR HUKUM MKD
UU MD 3 No.17/2014 diubah UU No.42/2014
Peraturan DPR RI No. 01/2014 tentang TataTertib
Peraturan DPR RI No. 01/2015 tentang Kode Etik DPR
Peraturan DPR RI No. 02/2015 tentang tentangTata Beracara MK DPR RI
Business Judgment Rules Dalam Bisnis
Pasal 97 ayat (5) Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas di atas, suatu ukuran dapat diberlakukannya konsep Business Judgment Rule adalah:
Adanya kerugian yang timbul bukan karena kesalahan atau kelalaian;
Beritikad baik dan penuh kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
Tidak mempunyai benturan kepentingan;
Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
PRINSIP-PRINSIP KODE ETIK
Kepentingan Umum
Integritas
Hubungan dengan Mitra Kerja
Akuntabilitas
Keterbukaan dan Konflik Kepentingan
Rahasia
Kedisiplinan
Hubungan dengan Konstituen atau Masyarakat
Perjalanan Dinas
Independensi
Pekerjaan Lain diluar Tugas Kedewanan
Hubungan dengan Wartawan
Hubungan dengan Tamu di lingkungan DPR
Hubungan antar Anggota dengan AKD
Etika Persidangan
Hubungan dengan Tenaga Ahli, Staf Administrasi Anggota dan Sekretariat Jendral

Tidak ada komentar:

Posting Komentar